Oleh: Sugandi Miharja, Ph.D
Kurikulum Merdeka Belajar dirancang untuk memberi ruang kebebasan dan keanehan dalam pendidikan. Namun, kebebasan memerlukan nilai keterikatan agar tidak kehilangan arah moral. Konsep kurikulum cinta menjadi ruh yang dapat menghidupkan Merdeka Belajar dengan kasih sayang, empati, dan kepedulian. Artikel ini mengintegrasikan kurikulum cinta dengan Merdeka Belajar melalui landasan filosofis, religius, dan pedagogis. Nilai cinta diperkuat dengan dalil Al-Qur'an dan hadis, yang menekankan kasih sayang, empati, dan tanggung jawab moral dalam pendidikan. Kajian ini menegaskan bahwa pendidikan yang berlandaskan cinta melahirkan peserta didik yang cerdas, berkarakter, dan berakhlak mulia.
Kata kunci: kurikulum cinta, merdeka belajar, kasih sayang, pendidikan Islam.
Kurikulum Merdeka Belajar hadir sebagai inovasi pendidikan Indonesia dengan semangat memberi kebebasan guru dan siswa. Namun, kebebasan ini berpotensi menjadi semu jika tidak memiliki nilai orientasi. Pendidikan sejati harus menumbuhkan cinta, sebagaimana pendidikan Ki Hajar Dewantara yang menekankan tuntunan hidup menuju kebahagiaan lahir batin.
Dalam Islam, cinta (المحبّة) dan sayang kasih (الرّحمة) menjadi prinsip utama dalam hubungan manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam. Hal ini tercermin dari misi kenabian Rasulullah ﷺ yang ditegaskan dalam Al-Qur'an sebagai rahmat bagi seluruh alam. Oleh karena itu, integrasi kurikulum cinta dalam Merdeka Belajar selaras dengan prinsip humanisme religius.
Kajian Teoretis
Kurikulum Cinta
Kurikulum cinta tekanan dimensi kasih sayang, spiritualitas, dan kepedulian sosial. Landasannya antara lain:
Cinta pada Tuhan. Allah berfirman:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ
“Katakanlah (Muhammad), jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS. Ali 'Imrān [3]: 31)
Cinta pada sesama. Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidak memberi salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Kasih sayang universal. Allah menegaskan misi Rasulullah ﷺ:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ
“Dan Kami tidak mengutusmu (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (QS. al-Anbiyā' [21]: 107). Dengan demikian, kurikulum cinta berlandaskan pada tutunan agama yang universal.
Kurikulum Merdeka Belajar
Prinsip Merdeka Belajar adalah kemiskinan, kemandirian, dan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Ciri khasnya adalah fokus pada kompetensi esensial, pembelajaran kontekstual dan interdisipliner, dan penguatan karakter
Integrasi Kurikulum Cinta dalam Merdeka Belajar
Kurikulum cinta dapat
memperkaya Merdeka Belajar dengan memberikan orientasi nilai Filosofis cinta
menjadi ruh yang menuntun kebebasan belajar. Religius dalam pembelajaran
berlandaskan kasih sayang, sesuai ajaran Islam. Pedagogis dengan metode
pengajaran yang menekankan empati, kolaborasi, dan kepedulian. Praktis pada
penguatan Profil Pelajar Pancasila dengan proyek-proyek berbasis cinta,
misalnya peduli lingkungan, solidaritas sosial, dan literasi spiritual.
Implikasi
Peserta didik menjadi
insan merdeka yang cerdas, berakhlak mulia, dan penuh kasih.
Guru berperan sebagai
teladan cinta, bukan hanya pengajar ilmu. Sekolah menjadi ruang aman, inklusif,
dan penuh empati. Masyarakat memperoleh generasi yang religius, humanis, dan
peduli sosial.
Kesimpulan
Kurikulum cinta
memperkaya Kurikulum Merdeka Belajar dengan ruh kasih sayang, empati, dan
spiritualitas. Integrasi keduanya menjadikan pendidikan Indonesia tidak hanya
berorientasi pada kompetensi akademik, tetapi juga pada pembentukan karakter
berlandaskan cinta kepada Tuhan, sesama, ilmu, dan alam. Dengan begitu, Merdeka
Belajar menjadi jalan menuju pendidikan yang humanis, religius, dan berkeadilan
sosial.