menu melayang

Senin, 16 Juni 2025

MENGAPA INĀBAH BEGITU POPULER?

 



Oleh : H.S. Miharja, Ph.D

Inābah merupakan sikap spiritual untuk kembali kepada Allah dengan penuh kesadaran, cinta, dan penyerahan diri. Konsep ini memiliki relevansi kuat dalam  religi karena mampu membimbing individu dalam krisis menuju penyembuhan batin dan ketenangan spiritual. Lebih dari itu, nilai-nilai inābah ternyata selaras dengan sejumlah teori psikologi modern seperti psikologi humanistik, eksistensial, dan transpersonal.

Perjalanan batin manusia seringkali diwarnai oleh pergolakan jiwa, kekecewaan, rasa bersalah, bahkan krisis makna. Dalam kondisi tersebut, banyak individu mencari penopang batin yang kokoh tidak hanya dari aspek rasional, tetapi juga spiritual. Konseling religi muncul sebagai pendekatan yang mengintegrasikan dimensi psikologis dan spiritual, menawarkan penyembuhan yang utuh. Salah satu prinsip penting yang dapat menjadi fondasi adalah inābah, yaitu kembalinya hati kepada Allah dengan cinta, takut, harap, dan penyerahan total.

Makna Inābah

Secara bahasa, inābah berasal dari akar kata naaba, yanuubu yang berarti kembali. Dalam Al-Qur’an, Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk ber-inābah, yaitu kembali kepada-Nya secara sadar dan ikhlas. Para sufi memaknai inābah sebagai maqām ruhani, lebih tinggi daripada taubat, karena melibatkan kehadiran hati, cinta kepada Allah, serta pemutusan ketergantungan dari selain-Nya.

Inābah adalah bentuk kesadaran ruhani di mana seorang hamba menyadari kelemahan dirinya, lalu memutuskan untuk sepenuhnya bergantung kepada Allah. Ini menjadi landasan utama dalam proses pembinaan diri dalam dunia tasawuf. Seorang salik tidak hanya menyesali dosa, tetapi juga membentuk kembali orientasi hidupnya agar sepenuhnya berporos pada kehendak dan keridhaan Allah.

Kaitan Inābah dalam Teori Psikologi

Meskipun istilah inābah bersumber dari tradisi Islam, esensinya selaras dengan beberapa teori psikologi yang berorientasi pada transformasi kejiwaan, terutama psikologi humanistik, eksistensial, dan transpersonal.

Psikologi Humanistik (Carl Rogers, Abraham Maslow).

Teori ini menekankan pertumbuhan dan aktualisasi diri manusia. Maslow mengemukakan konsep self-actualization, yaitu pencapaian potensi tertinggi individu. Dalam inābah, aktualisasi diri bukan sekadar keberhasilan duniawi, tetapi keterhubungan dengan Allah sebagai bentuk puncak eksistensi diri. Sementara Carl Rogers berbicara tentang “pribadi yang berfungsi penuh” (fully functioning person), inābah menawarkan kerangka menuju pribadi yang sadar, bertanggung jawab, dan hidup dalam keautentikan spiritual.

Psikologi Eksistensial (Viktor Frankl).

Frankl menekankan pentingnya makna hidup dalam penyembuhan. Menurutnya, krisis psikologis sering terjadi karena kehampaan eksistensial (existential vacuum). Inābah merupakan bentuk pencarian dan penemuan makna hidup secara spiritual. Seseorang yang ber-inābah tidak hidup dalam kekosongan, tetapi sadar bahwa hidup adalah perjalanan kembali kepada Allah. Dengan demikian, inābah menjawab kebutuhan eksistensial manusia dengan nilai-nilai ilahiah.

Psikologi Transpersonal (Ken Wilber, Stanislav Grof).

Psikologi ini berfokus pada pengalaman spiritual dan dimensi kesadaran yang melampaui ego. Dalam inābah, seorang hamba melepaskan egonya (nafsu) dan menyadari kehadiran Tuhan secara intim. Praktik inābah sejalan dengan terapi transpersonal seperti meditasi, kontemplasi, atau pembersihan jiwa. Dalam hal ini, dzikir dan muraqabah dalam tasawuf adalah bentuk praktik spiritual yang menuntun ke kesadaran transpersonal.

Cognitive Therapy dan Mindfulness.

Konsep inābah juga dapat dipahami sebagai bentuk realignment kognitif, yakni penataan ulang cara pandang individu terhadap hidup dan nilai-nilai. Dalam konseling kognitif, seseorang diajak menyadari distorsi pikiran. Demikian pula dalam inābah, konseli diajak menyadari bahwa sumber keresahan adalah keterputusan dari Allah, dan solusinya adalah menyambung kembali relasi vertikal ini secara sadar. Dzikir dalam inābah juga sejalan dengan praktik mindfulness dalam psikologi barat, yang menekankan kesadaran murni terhadap saat ini.

Penutup

Inābah dalam tasawuf merupakan prinsip yang sangat kuat dalam membangun spiritualitas seseorang. Ia tidak hanya menawarkan pertobatan, tetapi juga menjadi jalan transformasi jiwa menuju kedamaian yang sejati. Dalam konteks konseling religi, inābah menjadi pendekatan yang efektif untuk menyentuh kedalaman batin konseli, membantunya kembali kepada Tuhan, dan memulihkan makna hidupnya. Menariknya, inābah juga sejalan dengan berbagai teori psikologi modern yang menekankan pentingnya kesadaran, makna hidup, dan hubungan dengan sesuatu yang transenden.

Integrasi antara ajaran tasawuf dan pendekatan psikologi membuka jalan baru dalam praktik konseling yang tidak hanya menyembuhkan luka psikis, tetapi juga membangun ketahanan spiritual. Inābah menjadi jembatan antara ilmu jiwa dan nilai-nilai Ilahiyah yang sangat dibutuhkan manusia modern.

Blog Post

Related Post

Back to Top

Cari Artikel