menu melayang

Selasa, 30 September 2025

ANALISIS TRAGEDI G30S DAN TRAGEDI ISRAEL KE GAZA



Oleh: H. Sugandi Miharja, Ph.D

 

Tulisan ini membahas dua tragedi besar yang terjadi dalam konteks beda negara. Peristiwa Gerakan 30 September PKI (1965) di Indonesia dan serangan Israel terhadap Gaza pada era kontemporer. Keduanya sama-sama menampilkan wajah kelam kekerasan idiologis dan militer yang mengorbankan nyawa manusia, merusak tatanan sosial, dan menimbulkan trauma kolektif. Analisis ini menyoroti aspek etis berdasarkan maqāṣid al-sharī‘ah. Islam menempatkan jiwa manusia, keadilan, dan larangan penindasan sebagai prinsip utama. Oleh karena itu, tragedi-tragedi ini dapat dipahami sebagai pelanggaran nilai-nilai kemanusiaan universal.

 

Sejarah manusia sarat dengan konflik kekerasan bersenjata yang menelan korban jiwa. Dua contoh nyata adalah tragedi G30S PKI di Indonesia dan konflik Israel–Palestina, khususnya serangan ke Gaza. Meskipun berbeda konteks. Satu terjadi dalam pusaran Perang Dingin Asia Tenggara, dan yang lain dalam konflik kolonialisme modern. Keduanya menghadirkan persoalan serupa berupa kekerasan politik, korban sipil, dan legitimasi moral.

 

Dari perspektif Islam, setiap bentuk kekerasan yang menimbulkan penindasan dan pembunuhan massal menyalahi maqāṣid al-sharī‘ah, khususnya perlindungan jiwa (ḥifẓ al-nafs) dan larangan zalim.

 

Trauma Tragedi G30S

Peristiwa G30S PKI 1965 dimulai dengan penculikan dan pembunuhan para jenderal TNI, yang kemudian diikuti dengan penumpasan gerakan PKI dan simpatisannya. Reaksi yang terjadi adalah pembalasan luas dengan kekerasan massal, yang menelan ratusan ribu korban.

Dampak jangka panjang mengakibatkan trauma kolektif, stigma sosial, dan lahirnya rezim baru.

 

Dari sudut pandang Islam, pembunuhan tanpa dasar hukum syar‘i adalah dosa besar. Allah berfirman:

مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا

“Barangsiapa membunuh seorang manusia bukan karena orang itu membunuh orang lain atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh seluruh manusia” (QS. Al-Mā’idah: 32).

 

Serangan Israel ke Gaza, Krisis Kemanusiaan Kontemporer

 

Konflik Israel–Palestina telah berlangsung puluhan tahun, dengan Gaza sebagai episentrum penderitaan. Serangan udara, blokade, dan operasi militer menimbulkan ribuan korban sipil, menghancurkan infrastruktur kesehatan dan pendidikan, serta menciptakan krisis kemanusiaan yang berkepanjangan.

 

Dalam Islam, perang pun memiliki batas etika, tidak boleh membunuh anak-anak, perempuan, orang tua, dan tidak boleh merusak tempat ibadah maupun sumber kehidupan. Hadis Nabi ﷺ menyebutkan:

لَا تَقْتُلُوا وَلِيدًا وَلَا امْرَأَةً وَلَا شَيْخًا كَبِيرًا

“Janganlah kalian membunuh anak kecil, wanita, maupun orang tua” (HR. Abu Dawud)

 

Serangan yang merenggut pulihan ribu nyawa sipil di Gaza jelas bertentangan dengan prinsip dasar syariat dan juga norma kemanusiaan internasional.

 

Analisis Perbandingan

 

Keduanya memicu kekerasan massal. Korban sipil menjadi pihak paling menderita. Menghasilkan trauma generasi dan ketidakpercayaan pada keadilan.

 

Perbedaannya G30S PKI berakar pada konflik ideologi domestik dan pengaruh Perang Dingin. Konflik Gaza adalah konflik kolonial dan internasional dengan asimetri kekuatan yang jelas.

 

Perspektif Islam dan Maqāṣid al-Sharī‘ah

Islam menekankan lima tujuan utama syariat (maqāṣid) menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dalam konteks dua tragedi ini, yang paling dilanggar adalah ḥifẓ al-nafs (perlindungan jiwa).

Tragedi G30S PKI pelanggaran terhadap nyawa dan martabat manusia dengan alasan ideologi. Serangan Israel ke Gaza  pelanggaran massal terhadap nyawa, tempat tinggal, bahkan hak anak untuk hidup.

 

Rekomendasi Etis

Perlu mengedepankan keadilan restoratif dalam kasus sejarah bangsa, bukan pembalasan kolektif. Mendorong solidaritas kemanusiaan untuk Gaza, dengan bantuan medis, pangan, dan advokasi gencatan senjata. Pendidikan Islam yang rahmatan lil-‘ālamīn, menolak ekstremisme dan zalim, serta menanamkan prinsip keadilan. Penguatan diplomasi dan literasi sejarah, agar masyarakat tidak mudah terjebak dalam polarisasi ideologis maupun politik.

 

Kesimpulan

Baik tragedi G30S maupun serangan Israel ke Gaza menunjukkan bagaimana kekerasan politik melahirkan luka sejarah dan penderitaan kolektif. Perspektif Islam menegaskan bahwa menjaga jiwa dan menolak penindasan adalah prioritas utama. Karena itu, umat Islam dipanggil bukan hanya untuk mengutuk kekerasan, tetapi juga membangun perdamaian, menegakkan keadilan, dan melindungi martabat manusia di setiap zaman dan tempat.

 

*) Dosen Pascasarjana UIN Bandung

Blog Post

Related Post

Back to Top

Cari Artikel