Oleh: H. Sugandi
Miharja, Ph.D
Tulisan ini membahas
dua tragedi besar yang terjadi dalam konteks beda negara. Peristiwa Gerakan 30
September PKI (1965) di Indonesia dan serangan Israel terhadap Gaza pada era
kontemporer. Keduanya sama-sama menampilkan wajah kelam kekerasan idiologis dan
militer yang mengorbankan nyawa manusia, merusak tatanan sosial, dan
menimbulkan trauma kolektif. Analisis ini menyoroti aspek etis berdasarkan maqāṣid
al-sharī‘ah. Islam menempatkan jiwa manusia, keadilan, dan larangan penindasan
sebagai prinsip utama. Oleh karena itu, tragedi-tragedi ini dapat dipahami
sebagai pelanggaran nilai-nilai kemanusiaan universal.
Sejarah manusia sarat
dengan konflik kekerasan bersenjata yang menelan korban jiwa. Dua contoh nyata
adalah tragedi G30S PKI di Indonesia dan konflik Israel–Palestina, khususnya serangan
ke Gaza. Meskipun berbeda konteks. Satu terjadi dalam pusaran Perang Dingin
Asia Tenggara, dan yang lain dalam konflik kolonialisme modern. Keduanya
menghadirkan persoalan serupa berupa kekerasan politik, korban sipil, dan
legitimasi moral.
Dari perspektif Islam,
setiap bentuk kekerasan yang menimbulkan penindasan dan pembunuhan massal
menyalahi maqāṣid al-sharī‘ah, khususnya perlindungan jiwa (ḥifẓ al-nafs) dan
larangan zalim.
Trauma Tragedi G30S
Peristiwa G30S PKI 1965
dimulai dengan penculikan dan pembunuhan para jenderal TNI, yang kemudian
diikuti dengan penumpasan gerakan PKI dan simpatisannya. Reaksi yang terjadi
adalah pembalasan luas dengan kekerasan massal, yang menelan ratusan ribu
korban.
Dampak jangka panjang
mengakibatkan trauma kolektif, stigma sosial, dan lahirnya rezim baru.
Dari sudut pandang
Islam, pembunuhan tanpa dasar hukum syar‘i adalah dosa besar. Allah berfirman:
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ
نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا
“Barangsiapa membunuh
seorang manusia bukan karena orang itu membunuh orang lain atau bukan karena
membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh seluruh
manusia” (QS. Al-Mā’idah: 32).
Serangan Israel ke
Gaza, Krisis Kemanusiaan Kontemporer
Konflik
Israel–Palestina telah berlangsung puluhan tahun, dengan Gaza sebagai
episentrum penderitaan. Serangan udara, blokade, dan operasi militer
menimbulkan ribuan korban sipil, menghancurkan infrastruktur kesehatan dan
pendidikan, serta menciptakan krisis kemanusiaan yang berkepanjangan.
Dalam Islam, perang pun
memiliki batas etika, tidak boleh membunuh anak-anak, perempuan, orang tua, dan
tidak boleh merusak tempat ibadah maupun sumber kehidupan. Hadis Nabi ﷺ
menyebutkan:
لَا تَقْتُلُوا وَلِيدًا
وَلَا امْرَأَةً وَلَا شَيْخًا كَبِيرًا
“Janganlah kalian
membunuh anak kecil, wanita, maupun orang tua” (HR. Abu Dawud)
Serangan yang merenggut
pulihan ribu nyawa sipil di Gaza jelas bertentangan dengan prinsip dasar
syariat dan juga norma kemanusiaan internasional.
Analisis Perbandingan
Keduanya memicu
kekerasan massal. Korban sipil menjadi pihak paling menderita. Menghasilkan
trauma generasi dan ketidakpercayaan pada keadilan.
Perbedaannya G30S PKI
berakar pada konflik ideologi domestik dan pengaruh Perang Dingin. Konflik Gaza
adalah konflik kolonial dan internasional dengan asimetri kekuatan yang jelas.
Perspektif Islam dan
Maqāṣid al-Sharī‘ah
Islam menekankan lima
tujuan utama syariat (maqāṣid) menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Dalam konteks dua tragedi ini, yang paling dilanggar adalah ḥifẓ al-nafs
(perlindungan jiwa).
Tragedi G30S PKI
pelanggaran terhadap nyawa dan martabat manusia dengan alasan ideologi.
Serangan Israel ke Gaza pelanggaran
massal terhadap nyawa, tempat tinggal, bahkan hak anak untuk hidup.
Rekomendasi Etis
Perlu mengedepankan
keadilan restoratif dalam kasus sejarah bangsa, bukan pembalasan kolektif.
Mendorong solidaritas kemanusiaan untuk Gaza, dengan bantuan medis, pangan, dan
advokasi gencatan senjata. Pendidikan Islam yang rahmatan lil-‘ālamīn, menolak
ekstremisme dan zalim, serta menanamkan prinsip keadilan. Penguatan diplomasi dan
literasi sejarah, agar masyarakat tidak mudah terjebak dalam polarisasi
ideologis maupun politik.
Kesimpulan
Baik tragedi G30S
maupun serangan Israel ke Gaza menunjukkan bagaimana kekerasan politik
melahirkan luka sejarah dan penderitaan kolektif. Perspektif Islam menegaskan
bahwa menjaga jiwa dan menolak penindasan adalah prioritas utama. Karena itu,
umat Islam dipanggil bukan hanya untuk mengutuk kekerasan, tetapi juga
membangun perdamaian, menegakkan keadilan, dan melindungi martabat manusia di
setiap zaman dan tempat.
*)
Dosen Pascasarjana UIN Bandung