menu melayang

Kamis, 20 Februari 2025

Lorong Waktu: Perjalanan Menuju Cahaya

 



Langkah-langkah Yusuf menggema di lorong sempit yang dipenuhi bayangan. Ia tidak tahu bagaimana bisa sampai di tempat ini. Yang ia ingat, ia tertidur setelah lelah dengan rutinitasnya yang penuh keluhan dan ketidakpuasan. Namun, kini ia berdiri di tengah lorong panjang yang tak berujung.

Di kejauhan, samar-samar terdengar suara lembut, "Setiap manusia memiliki perjalanan yang telah ditetapkan. Namun, apakah kau sudah memahami tujuanmu?"

Yusuf menoleh ke segala arah, namun tidak ada siapa pun. Hanya lorong yang semakin panjang dan redup. Ia melangkah perlahan, hingga menemukan pintu pertama dengan cahaya temaram. Saat ia membukanya, tubuhnya tiba-tiba terasa ringan, dan pemandangan di depannya berubah.

Ia melihat dirinya sendiri di masa lalu—seorang pemuda yang giat menuntut ilmu, tetapi sering merasa kurang bersyukur. Ia melihat bagaimana dirinya pernah menyia-nyiakan waktu, lebih sering mengeluh daripada berusaha. Matanya mulai basah. "Ya Allah, betapa aku telah menyia-nyiakan nikmat-Mu," gumamnya.

Tiba-tiba, suara lembut tadi kembali terdengar, "Apakah kau ingin terus mengulang kesalahan atau belajar darinya?"

Yusuf menundukkan kepala. "Aku ingin berubah."

Ia melanjutkan perjalanan, membuka pintu kedua. Kini, ia melihat ibunya yang renta, tengah mendoakannya dengan air mata yang berlinang. Yusuf terpaku. Ia ingat bagaimana ia sering mengabaikan panggilan ibunya demi urusan dunianya. Sesak memenuhi dadanya.

"Kebahagiaanmu ada dalam ridha orang tuamu," bisik suara itu lagi. "Sudahkah kau membalas kasih sayang mereka?"

Yusuf terisak. "Belum. Aku ingin pulang, ingin memohon maaf dan berbakti."

Lorong itu semakin terang. Yusuf berjalan menuju pintu terakhir, yang memancarkan cahaya paling benderang. Saat membukanya, ia terbangun di atas sajadahnya. Air matanya masih mengalir.

Tanpa ragu, ia segera sujud dan memohon ampun kepada Allah. Ia sadar, waktu yang Allah berikan adalah kesempatan untuk memperbaiki diri, dan ia tidak ingin menyia-nyiakannya lagi.

Hari itu, Yusuf melangkah keluar rumah dengan semangat baru, berniat menjalani hidup dengan penuh syukur dan keikhlasan. Sebab, lorong waktu telah mengajarkan satu hal berharga: kehidupan bukan tentang seberapa jauh kita melangkah, tetapi seberapa banyak kita kembali kepada-Nya.

 

Blog Post

Related Post

Back to Top

Cari Artikel