menu melayang

Senin, 28 Juli 2025

Tauhid Kosmologi Kontemporer dalam Luasnya Jagat Raya



Oleh : H.S. Miharja, Ph.D


Tauhid adalah inti ajaran Islam, dan dalam dimensi tauhid rububiyyah, umat Islam mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta, Pengatur, dan Pemelihara seluruh alam semesta. Dalam konteks ilmu modern, berkembang pendekatan tauhid kosmologi, yaitu penegasan keesaan dan keagungan Allah melalui perenungan terhadap tanda-tanda alam semesta (ayat kauniyah) yang terbentang dalam jagat raya.


Kosmologi modern yang mengungkap luasnya galaksi dan hukum-hukum semesta justru membuka jalan bagi umat Islam untuk semakin menyadari keagungan dan keteraturan ciptaan Allah. Dalam tulisan ini dibahas landasan tauhid kosmologi dalam Al-Qur'an dan Hadis, dilengkapi dengan pemikiran kosmologi Islam kontemporer, serta dampaknya terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, pembentukan akhlak, dan rasa takjub spiritual kepada Sang Pencipta.


Dasar Tauhid Kosmologi dalam Al-Qur'an dan Hadis


Dalam Ayat-ayat Kauniyah tentang Alam Semesta, Allah ﷻ berulang kali menyeru manusia untuk menggunakan akal dalam merenungi ciptaan-Nya. Hal ini merupakan fondasi utama dari tauhid kosmologi.


Langit dan Bumi sebagai Tanda Kekuasaan

 اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ ۖ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا

"Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah-Nya berlaku di antara keduanya agar kamu mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu dan ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu." (QS. At-Thalaq: 12)


Alam sebagai Meditasi bagi Orang Berakal

 إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal." (QS. Ali Imran: 190)


Ekspansi Alam Semesta

 وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا بِأَيْيْدٍ وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ

"Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan Kami dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya." (QS. Adz-Dzariyat: 47). Ayat ini dikaitkan oleh sebagian ilmuwan Muslim dengan penemuan modern tentang mengembangnya alam semesta (expanding universe).


Nabi Muhammad ﷺ juga mengajarkan agar umat Islam merenung terhadap ciptaan, namun tidak melampaui batas dalam memikirkan Dzat Allah.


 تفكروا في خلق الله، ولا تفكروا في ذات الله، فإنكم لن تقدروا قدره

"Berpikirlah tentang ciptaan Allah, dan jangan memikirkan Dzat Allah, karena kalian tidak akan mampu." (HR. Abu Nu’aim dalam Hilyah)


Dalam doa malam, Nabi ﷺ memuji Allah sebagai cahaya langit dan bumi. 

 اللَّهُمَّ لَكَ الحَمْدُ، أَنْتَ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ

(HR. Bukhari dan Muslim)


Kosmologi Islam Kontemporer


Para ilmuwan dan pemikir Muslim kontemporer berupaya menjelaskan kembali hubungan antara alam semesta, tauhid, dan ilmu pengetahuan. 


Osman Bakar, Islamic cosmology does not only explain the physical structure of the cosmos but also its spiritual significance and metaphysical order as a manifestation of Divine Unity” (Classification of Knowledge in Islam, 1998). Menurutnya kosmologi Islam harus memuat aspek spiritual dan metafisik, tidak hanya fisikal. Alam adalah manifestasi dari Tauhid, bukan sekadar sistem mekanistik.


Seyyed Hossein Nasr, alam adalah "kitab agung" yang penuh ayat-ayat ilahi, yang menuntut pembacaan spiritual, bukan hanya ilmiah. Nidhal Guessoum menyuarakan pentingnya umat Islam mempelajari kosmologi sebagai bagian dari tanggung jawab teologis, bukan hanya budaya atau teknologi. Muzaffar Iqbal menempatkan “Kun fayakūn” sebagai awal penciptaan alam  bukan materi, bukan waktu, melainkan kehendak Allah.


Dampak Tauhid Kosmologi


Terhadap Keilmuan, tauhid kosmologi memberi dasar teologis untuk mengeksplorasi alam melalui ilmu. Seorang Muslim meneliti bukan hanya untuk tahu, tetapi untuk mengagumi dan menyembah Penciptanya. Dalam sejarah Islam, para ilmuwan besar seperti Ibnu Sina, Al-Biruni, dan Al-Farabi memadukan observasi alam dengan semangat spiritual.


Terhadap Akhlak merenungi kebesaran ciptaan mendorong kerendahan hati, rasa takut kepada Allah, serta rasa syukur dan tanggung jawab ekologis. Seorang Muslim akan lebih sadar bahwa bumi ini adalah amanah dan tidak boleh disalahgunakan.


 وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ

"Dan mereka tidak mengagungkan Allah sebagaimana mestinya..." (QS. Az-Zumar: 67)


Terhadap Rasa Takjub kepada Allah, melihat miliaran bintang dalam galaksi, mendalami hukum-hukum semesta yang rumit, menyaksikan keteraturan planet dan unsur… semua itu membuat seorang mukmin takjub dan sujud, menyadari bahwa ilmu manusia hanyalah sebutir debu dalam lautan ilmu Allah.


 فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ

"Maha Suci Allah, sebaik-baik Pencipta." (QS. Al-Mu’minun: 14)


Penutup


Tauhid kosmologi adalah wujud kedalaman iman yang disinari oleh ilmu. Al-Qur’an dan Hadis, jika dibaca dengan semangat ilmiah dan spiritual, membuka cakrawala pemahaman baru tentang keesaan Allah dalam penciptaan dan pemeliharaan semesta.


Dalam perspektif kosmologi Islam kontemporer, umat Islam didorong untuk menjadi pelaku ilmu, bukan hanya penonton. Ilmu bukan sekadar alat duniawi, tetapi jembatan menuju keimanan yang kokoh dan akhlak yang mulia.


Semoga dengan semakin luasnya pengetahuan tentang galaksi dan jagat raya, manusia tidak semakin sombong, melainkan semakin sujud dan tunduk kepada Yang Maha Pencipta.

Blog Post

Related Post

Back to Top

Cari Artikel