Oleh : H. Sugandi Miharja, Ph.D
Agama Islam hadir sebagai rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘ālamīn), membawa petunjuk dan nilai-nilai ketauhidan yang universal dan abadi. Namun demikian, kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan. Globalisasi, modernisasi, dan revolusi teknologi digital menjadi bagian dari dinamika sosial yang tak terelakkan.
Perubahan sosial tersebut berdampak langsung terhadap praktik keagamaan umat Islam, baik dalam aspek pemahaman, penyampaian, maupun pengamalannya. Maka muncullah sebuah keniscayaan: transformasi agama, bukan dalam aspek substansi ajaran, melainkan dalam bentuk ekspresi, media, serta pola keberagamaan umat.
Transformasi dalam Islam
Islam sebagai dīn yang syāmil dan kāmil, memiliki fleksibilitas dalam menghadapi zaman. Ulama terdahulu menyebutkan prinsip ṣāliḥ li kulli zamān wa makān (relevan sepanjang masa dan tempat). Artinya, meski teks syar'i tetap, pendekatan dan metodologi penyampaiannya dapat berubah mengikuti perubahan sosial.
Perubahan Sosial dan Tantangannya
Perubahan sosial adalah pergeseran dalam tatanan sosial, nilai, norma, dan pola interaksi masyarakat. Faktor pemicu perubahan antara lain globalisasi, modernisasi dan digitalisasi. Globalisasi, arus informasi lintas negara yang mempengaruhi budaya dan pola pikir umat. Modernisasi, perubahan menuju sistem rasional, efisien, dan ilmiah. Digitalisasi, revolusi teknologi informasi yang mengubah komunikasi dan gaya hidup.
Dalam Islamic Functionalism, agama sebagai perekat sosial dan pengatur akhlak publik. Teori Sekularisasi dan Post-Sekularisasi menunjukkan bahwa agama tidak mati dalam modernitas, tetapi bertransformasi.
Globalisasi dan Wacana Keberagamaan
Globalisasi memungkinkan interaksi lintas budaya dan lintas madzhab. Umat Islam di satu negara dapat mengakses fatwa dan pemikiran ulama di belahan dunia lain secara instan. Hal ini menimbulkan dua sisi positif dengan memperluas wawasan keberagamaan dan memperkuat ukhuwah Islamiyah global. Namun ada Negatifnya berupa potensi konflik pemahaman, ekstremisme daring, dan kebingungan umat awam.
Modernisasi dan Rasionalisasi Keagamaan
Modernitas membawa pola pikir logis dan efisien. Islam menjawabnya dengan pendekatan maqāṣid al-syarī‘ah (tujuan-tujuan syariat) yang menekankan kemaslahatan (al-maṣlaḥah). Maka lahir ijtihad-ijtihad kontemporer, seperti Fikih bisnis digital dan kripto, etika medis dan teknologi AI, pendidikan Islam berbasis kurikulum adaptif.
Teknologi Digital dan Dakwah Islam
Transformasi paling nyata terlihat dalam media dakwah dan ibadah digital dalam Majelis taklim via Zoom. Bertebaran Dakwah YouTube, podcast Islami, dan konten TikTok syar‘i. Digunakan secara luas aplikasi Al-Qur’an, jadwal salat, dan layanan konsultasi fikih daring.
Rasulullah ﷺ bersabda:
بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً
“Sampaikan dariku walau satu ayat” (HR. Bukhari). Ini menjadi dasar bahwa setiap media, termasuk digital, bisa menjadi jalan dakwah.
Respons Ulama dan Lembaga Keislaman
Lembaga Islam merespon perubahan ini dengan berbagai langkah progresif, seperti adanya tim fatwa kontemporer untuk isu digital dan global. Adanya fasilitasi pendidikan daring (e-learning madrasah dan pesantren). Terbangun komunitas dakwah virtual untuk remaja dan milenial.
PRAKTIK TRANSFORMASI KEAGAMAAN
Fatwa MUI tentang QRIS, Cryptocurrency, dan Virtual Account. Menunjukkan respons keagamaan terhadap inovasi keuangan modern. Pesantren Digital dan Pembelajaran Jarak Jauh, seperti Pesantren Virtual “Ngaji Ihya” atau “Kiai Zoom” yang mengajar kitab klasik secara daring. Influencer Muslimah dan Hijrah Digital, dengan munculnya tokoh-tokoh muda Muslim yang berdakwah melalui gaya visual dan konten kreatif di media sosial.
PENUTUP
Transformasi agama dalam perubahan sosial merupakan proses alamiah yang menunjukkan vitalitas ajaran Islam. Nilai-nilai Islam tetap teguh, tetapi metode dan ekspresinya menyesuaikan perkembangan zaman. Globalisasi, modernisasi, dan digitalisasi tidak memudarkan ruh agama, tetapi membuka peluang baru untuk menebar hidayah dan menegakkan maqāṣid al-syarī‘ah di era kontemporer.
Disarankan umat Islam perlu memperkuat literasi digital keagamaan agar tidak mudah terjebak pada konten menyesatkan. Para dai dan ulama perlu menyeimbangkan antara tradisi dan inovasi dalam dakwah. Lembaga Islam harus proaktif membangun platform digital yang sehat, akurat, dan menyejukkan umat.