Oleh: H.S. Miharja, Ph.D
Dalam peringatan HUT Kemerdekaan RI yang ke-80, kita bukan hanya mengenang masa lalu, tetapi juga meneguhkan arah masa depan. Pesta rakyat yang diselenggarakan di berbagai daerah menjadi simbol bahwa kemerdekaan bukan hanya milik segelintir orang, melainkan milik seluruh rakyat. Melalui pesta rakyat, kita menemukan kembali semangat gotong royong, persaudaraan, dan kecintaan pada negeri.
Ekspresi budaya yang tampil dalam bentuk karnaval, bazar kuliner nusantara, hingga pentas seni daerah mencerminkan betapa kayanya Indonesia. Keberagaman suku, bahasa, dan tradisi bukanlah sekat yang memisahkan, tetapi justru menjadi simpul yang mengikat persatuan. Dengan balutan merah putih, semua perbedaan lebur dalam semangat kebangsaan. Inilah bukti nyata semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang hidup dalam denyut masyarakat.
Pentas seni rakyat juga memberi ruang bagi kreativitas. Tari tradisional, teater perjuangan, hingga musik kontemporer yang berpadu dengan nuansa merah putih adalah refleksi bahwa budaya bangsa tidak boleh hanya dipajang di masa lalu, tetapi harus terus dihidupkan agar relevan dengan generasi masa kini. Seni menjadi bahasa universal yang menghubungkan hati, membangun rasa bangga, dan menanamkan cinta tanah air.
Lebih dari itu, pesta rakyat menumbuhkan kohesi sosial. Persiapan yang dilakukan secara gotong royong, doa lintas agama, hingga malam keakraban dengan menonton film perjuangan, menegaskan bahwa persatuan adalah kekuatan utama bangsa ini. Tidak ada perbedaan status sosial atau profesi dalam pesta rakyat; semua menyatu dalam kebersamaan.
Di sisi lain, kemerdekaan juga menuntut semangat kompetisi. Lomba tradisional seperti panjat pinang, tarik tambang, dan balap karung bukan hanya permainan semata, tetapi latihan mental untuk bekerja sama, berstrategi, dan pantang menyerah. Kompetisi yang sehat akan melahirkan masyarakat yang tangguh, siap menghadapi tantangan global, tanpa kehilangan akar budayanya.
Rangkaian acara serba merah putih meneguhkan simbol persatuan. Bendera yang berkibar, pakaian yang seragam warnanya, hingga lampion dan kembang api di langit malam adalah pengingat bahwa kita semua berada di bawah naungan yang sama: Indonesia. Warna merah putih bukan hanya lambang bendera, tetapi juga warna jiwa bangsa—berani dan suci, gagah dan tulus.
Refleksi kebangsaan dalam pesta rakyat HUT RI ke-80 adalah ajakan untuk tidak berhenti pada euforia perayaan, melainkan menjadikannya titik tolak menuju Indonesia yang lebih maju. Merdeka bukan sekadar terbebas dari penjajahan, melainkan berani membangun peradaban yang bermartabat, adil, dan sejahtera.
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai." (QS. Ali Imran: 103).
Ayat ini menjadi penegas bahwa persatuan adalah kunci keberlangsungan bangsa. Dengan semangat merah putih, kebudayaan yang hidup, seni yang berkembang, persaudaraan yang erat, dan mental kompetisi yang sehat, Indonesia akan terus melangkah menuju masa depan yang gemilang.