Oleh : H.S. Miharja, Ph.D
Pembagian waktu dalam satu minggu
yang terdiri dari tujuh hari merupakan sistem yang telah berlangsung secara
universal. Dalam Islam, hari Jumat memiliki posisi istimewa sebagai hari ibadah
umat Islam yang menandai puncak spiritualitas mingguan.
Siklus waktu merupakan bagian
penting dalam kehidupan manusia. Di antara pembagian waktu tersebut, minggu
yang terdiri dari tujuh hari memiliki akar sejarah dan spiritual yang dalam.
Hari Jumat bukan sekadar bagian dari minggu, tetapi ia memiliki dimensi ibadah,
sosial, dan simbolik yang sangat kuat. Dalam konteks global, hari kerja dan
akhir pekan juga memberi dampak signifikan terhadap psikologi individu dan
struktur sosial.
Hari Jumat dalam Islam
Hari Jumat (الجمعة) berasal dari
akar kata "jama‘a" (جَمَعَ) yang berarti “berkumpul”. Ini merujuk
pada kewajiban salat Jumat berjamaah yang hanya dilakukan sekali dalam
seminggu.
Keutamaan Hari Jumat disebut
dalam Al-Qur’an
"يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ
لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ..."
“Wahai orang-orang yang beriman,
apabila diseru untuk salat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada
mengingat Allah...” (QS. Al-Jumu‘ah: 9)
Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
"خيرُ يومٍ طلعت عليه الشمسُ يومُ الجمعةِ؛
فيه خُلِقَ آدمُ، وفيه أُدْخِلَ الجنةَ، وفيه أُخْرِجَ منها..."
“Sebaik-baik hari yang matahari
terbit padanya adalah hari Jumat; pada hari itu Adam diciptakan, dimasukkan ke
surga, dan dikeluarkan darinya...” (HR. Muslim)
Fungsi Sosial dan Spiritual hari
Jumat adalah momentum spiritual, untuk membersihkan jiwa dan mendekatkan diri
kepada Allah. Ada juga fungsi sosial sebagai tempat penyampaian khutbah yang
mengandung pesan moral dan sosial umat.
Asal Usul Nama-Nama Hari dalam
Islam
Berbeda dari kalender Romawi atau
Latin yang menggunakan nama dewa-dewi, Islam menggunakan penamaan berdasarkan
angka urutan, kecuali Jumat dan Sabtu: Al-Aḥad (الأحد), Senin (الإثنين), Selasa (الثلاثاء), Rabu (الأربعاء), Kamis (الخميس),
Al-Jumu‘ah (الجمعة), Sabtu (السبت) hari ketujuh, dari kata Ibrani Sabbath.
Nama-nama ini menunjukkan keteraturan numerik dan prinsip tauhid dalam ajaran
Islam.
Makna Kosmologis Angka Tujuh
Islam menekankan pentingnya angka
tujuh sebagai simbol keteraturan kosmos dan spiritualitas. 7 langit (QS.
Al-Mulk: 3). 7 putaran tawaf. 7 ayat dalam Al-Fatihah. 7 pintu neraka (QS.
Al-Hijr: 44).
Tujuh hari dalam seminggu tradisi
yang lama dan universal. Tradisi kuno Babilonia mengaitkan dengan 7 benda
langit yang terlihat mata. Dalam Islam, Allah menciptakan langit dan bumi dalam
enam masa, dan hari ketujuh adalah simbol penyempurnaan dan refleksi (bukan
hari "istirahat" dalam arti Tuhan lelah).
"وَلَقَدْ خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ..." (QS. Qaf: 38)
Pengaruh Hari Kerja dan Akhir
Pekan secara Psikologis
Hari kerja (Senin–Kamis)
diasosiasikan dengan produktivitas dan tekanan. Akhir pekan (Sabtu-Minggu)
memberikan waktu untuk pemulihan dan refleksi. Fenomena seperti "Monday
Blues" dan "Friday Relief" merupakan indikator stres dan
kelelahan kerja. Hari Jumat memberikan ruang untuk pembersihan mental melalui
mandi sunah, doa, dan salat Jumat.
Dampak Sosiologis Pembagian
Minggu
Minggu kerja menciptakan struktur
dan disiplin dalam sistem sosial (ekonomi, pendidikan, birokrasi). Akhir pekan
memperkuat solidaritas keluarga dan komunitas. Salat Jumat berperan sebagai
pertemuan publik mingguan yang memperkuat pesan moral dan identitas kolektif
umat Islam.
Penutup
Hari Jumat merupakan hari sentral
dalam minggu Islam yang mengintegrasikan dimensi ibadah, sosial, dan spiritual.
Pembagian tujuh hari dalam seminggu mencerminkan keteraturan kosmis yang
selaras dengan ajaran Islam, serta memiliki pengaruh nyata dalam keseimbangan
struktur sosial umat manusia. Dengan memahami nilai-nilai ini, umat Islam dapat
lebih menghargai waktu sebagai anugerah dan instrumen tazkiyah (penyucian diri)
serta perbaikan masyarakat.