Oleh : H.S. Miharja,
Ph.D
Kosmologi,
sebagai studi tentang asal-usul dan struktur alam semesta, telah menjadi bidang
kajian yang penting dalam filsafat dan sains.
Dalam Islam, pemahaman tentang alam semesta tidak terlepas dari
keyakinan akan keberadaan Tuhan sebagai Pencipta. Integrasikan pandangan filsafat, sains, dan
agama dalam kosmologi menjadi kesadaran ketuhanan dan etika keilmuan.
Kosmologi dalam
Perspektif Islam
ثُمَّ
ٱسْتَوَىٰٓ إِلَى ٱلسَّمَآءِ وَهِىَ دُخَانٌۭ فَقَالَ لَهَا وَلِلْأَرْضِ ٱئْتِيَا
طَوْعًا أَوْ كَرْهًۭا قَالَتَآ أَتَيْنَا طَآئِعِينَ
Kemudian Dia menuju ke
langit dan (langit) itu masih berupa asap, lalu Dia berfirman kepadanya dan
kepada bumi: Datanglah kamu berdua menurut perintah-Ku dengan patuh atau
terpaksa. Keduanya menjawab: 'Kami datang dengan patuh (QS. Fushshilat: 11).
إِنَّ
فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، لَآيَاتٍ
لِأُولِي الْأَلْبَابِ
Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.
Ibn
Sina (Avicenna) mengembangkan konsep emanasi ilahi sebagai asal mula
kosmos. Ia berpendapat bahwa dari Tuhan
yang Esa, emanasi pertama adalah akal pertama, yang kemudian menghasilkan jiwa
dan materi langit, hingga terciptanya alam fisik. Konsep ini menunjukkan bagaimana Tuhan
sebagai sumber tunggal menciptakan keragaman alam tanpa mengurangi keesaan-Nya.
Jalaluddin
Rumi dalam karya-karyanya menggambarkan alam semesta sebagai manifestasi cinta
ilahi. Menurut Rumi, setiap elemen alam
adalah cerminan dari sifat-sifat Tuhan, dan dengan merenungi alam, manusia
dapat mendekatkan diri kepada-Nya.
Pemahaman
tentang alam semesta dalam Islam tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga
membentuk etika keilmuan. Kesadaran akan
keteraturan dan keindahan alam mendorong manusia untuk menjaga harmoni dengan
lingkungan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat.
Penutup