menu melayang

Jumat, 27 Juni 2025

MUHASABAH AWAL MUHARAM: MEMANEN LUSA DARI MENANAM KEBAIKAN SEJAK HARI INI



Oleh : H.S. Miharja, Ph.D

 

Awal bulan Muharram bukan hanya penanda dimulainya kalender baru dalam Islam, tetapi juga momentum sakral untuk muhasabah merenungi jejak hidup yang telah ditempuh, dan merancang arah langkah menuju masa depan yang lebih bernilai. Muharram bukan sekadar nama bulan, tetapi pintu spiritual untuk membuka lembaran baru, menyatukan potensi diri hari ini untuk menyongsong masa depan, bukan hanya di dunia, tetapi hingga akhirat.

 

Dalam perspektif Islam, waktu bukan sekadar aliran detik yang tak kembali, tetapi amanah besar dari Allah. Maka, saat Muharram tiba, ia mengajak kita untuk berhijrah secara batiniah berpindah dari kelalaian menuju kesadaran, dari kemalasan menuju kesungguhan, dari hidup tanpa arah menuju hidup dengan bermisi religi.

 

Setiap insan diberikan potensi oleh Allah berupa akal, hati, tenaga, waktu, dan kepribadian yang unik. Potensi itu bukan untuk disia-siakan, melainkan untuk diolah dan ditumbuhkan hari ini demi keberhasilan esok. Allah berfirman:

 

 "إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ"

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar-Ra’d: 11).

 

Maka, perubahan besar masa depan harus dimulai dengan pengelolaan potensi yang ada pada masa kini. Inilah saatnya menjadikan Muharram bukan hanya sebagai bulan kalender, tapi sebagai pemicu spiritual untuk menyusun agenda perubahan diri.

 

Langkah pertama adalah membangun kesadaran diri (tafakkur dan muhasabah). Setiap pribadi Muslim diajak untuk melihat ke dalam: apa yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan hidupnya? Dalam tasawuf, ini disebut ma’rifat an-nafs (mengenal diri) sebagai jalan menuju ma’rifatullah (mengenal Allah). Potensi akal, emosi, iman, dan kemampuan sosial dibaca ulang sebagai ladang amal.

 

Kemudian, kita perlu meluruskan niat. Dalam Islam, niat adalah awal dari segala amal. Memasuki tahun baru hijriyah harus disertai niat yang diperbaharui. menjadikan seluruh aktivitas hidup sebagai ibadah dan bentuk pengabdian kepada Allah. Dengan niat yang lurus, setiap upaya membangun masa depan menjadi bernilai ukhrawi.

 

Selanjutnya, kita perlu memetakan potensi dan merancang aksi. Dalam psikologi modern, ini dikenal sebagai pengembangan diri. Dalam Islam, pengembangan diri dilakukan dengan dasar iman, nilai sabar, syukur, dan tawakal. Potensi yang dimiliki ditata dalam rencana harian, mingguan, hingga tahunan, berlandaskan nilai tauhid dan integritas.

 

Teknik-teknik sederhana dapat dilakukan sejak hari ini. Membuat time block yang mengatur waktu belajar, bekerja, ibadah, dan silaturahmi. Menulis jurnal syukur harian agar hati tetap jernih dan positif. Menyusun peta jalan hidup 5–10 tahun ke depan agar potensi tidak menguap sia-sia.

 

Namun semua itu tak cukup jika dilakukan sendirian. Islam mengajarkan pentingnya dukungan sosial dan lingkungan yang shalih. Maka, awal tahun hijriyah ini adalah saat yang tepat untuk membangun jaringan ukhuwah, bergabung dengan komunitas positif, memperkuat relasi spiritual dan sosial, serta menjadikan rumah dan pergaulan kita sebagai taman kebaikan.

 

Kunci utama dari semua langkah ini adalah istiqamah. Dalam menghadapi perubahan dan ujian hidup, hanya mereka yang sabar dan terus melangkah yang akan sampai pada keberhasilan. Allah SWT berjanji dalam QS. Fussilat ayat 30, bahwa orang-orang yang istiqamah akan diberi keteguhan di dunia dan akhirat.

 

Dan akhirnya, setiap bulan, terutama di bulan-bulan mulia seperti Muharram, kita perlu melakukan evaluasi diri. Apa yang sudah dicapai, apa yang masih tertunda, dan bagaimana memperbaikinya. Evaluasi ini dilakukan dengan cara spiritual dengan dzikir, doa, dan membaca kembali jejak amal. Kisah hijrah Nabi, perjuangan para sahabat, dan ketekunan para ulama menjadi pelita untuk membimbing langkah kita.

 

Muharram adalah titik tolak. Potensi kita hari ini adalah benih. Rencana kita adalah alat bercocok tanam. Kesungguhan kita adalah airnya. Dan masa depan, adalah panen yang Allah janjikan bagi mereka yang bekerja keras dengan niat ikhlas.

 

“Barang siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya” (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Kini saatnya, di awal tahun hijriyah ini, kita bertanya bukan hanya apa yang ingin kita capai, tapi siapa kita ingin menjadi, dan apa bekal yang kita bawa saat kembali pada-Nya. Inilah momen suci untuk berhijrah secara maknawi. Dari potensi menjadi amal, dari niat menjadi tindakan, dari masa kini menjadi masa depan penuh berkah.


Blog Post

Related Post

Back to Top

Cari Artikel