Oleh : H.S. Miharja,
Ph.D
Krisis
identitas ada pada tahap Identity vs Role Confusion. Individu berusaha menjawab
pertanyaan penting seperti "Siapa saya?" dan "Apa tujuan hidup
ini?".
Krisis Identitas
Personal
Marcia
mengidentifikasi empat status identitas, yakni diffusion, foreclosure,
moratorium, dan achievement. Pada status moratorium, individu berada dalam
tahap eksplorasi peran dan nilai, tetapi belum membuat komitmen yang jelas.
Pada titik ini, individu sering kali mengalami kebingungan identitas yang lebih
intens, karena mereka tengah mencoba berbagai peran untuk menentukan siapa
mereka sebenarnya. Status ini menunjukkan bahwa krisis identitas adalah bagian
dari proses pencarian jati diri yang berlangsung sepanjang hidup.
Krisis Identitas Sosial
Dari
perspektif sosiologi, krisis identitas dapat dilihat sebagai akibat dari
perubahan sosial yang cepat dan peran sosial yang ambigu. Henri Tajfel, melalui
teori identitas sosialnya, menyatakan bahwa individu membentuk identitas mereka
melalui kelompok sosial tempat mereka berada. Kelompok-kelompok ini memberikan
rasa keterhubungan dan legitimasi identitas. Namun, dengan perubahan budaya
yang pesat seperti globalisasi dan urbanisasi. Fenomena ini dapat memicu krisis
identitas, karena individu merasa terasing baik dari komunitas mereka yang lama
maupun dari komunitas baru yang mereka coba masuki.
Selain
itu, teori peran sosial yang dikemukakan oleh Talcott Parsons menjelaskan bahwa
setiap individu memerankan berbagai peran dalam kehidupan sosial mereka,
seperti peran sebagai anak, pekerja, atau anggota masyarakat. Ketika
peran-peran ini tidak selaras dengan harapan masyarakat atau bertentangan
antara satu dengan yang lain, individu mengalami role conflict, yang dapat
memperburuk krisis identitas. Ketegangan ini semakin besar apabila individu
merasa tidak diterima oleh kelompok sosial mereka atau merasa tidak dapat
memenuhi peran sosial yang diharapkan dari mereka.
Modernisasi
juga memainkan peran besar dalam krisis identitas. Anthony Giddens dalam teori
disembedding menyatakan bahwa modernisasi mengarah pada proses pemutusan
hubungan antara individu dengan struktur sosial tradisional yang memberikan
makna dan stabilitas. Individu kini lebih sering menemukan diri mereka dalam
situasi yang lebih fleksibel dan penuh ketidakpastian, di mana mereka harus
terus-menerus menciptakan dan memperbaharui identitas mereka dalam menghadapi
arus modernitas.
Krisis Identitas Religi
Dalam
tasawuf, krisis identitas dipandang sebagai perjalanan spiritual menuju
pemahaman diri yang sejati. Al-Ghazali, dalam Ihya Ulumuddin, mengajarkan bahwa
kegelisahan hati adalah tanda dari ketidaksesuaian antara jiwa dengan fitrah
ilahiah. Krisis identitas dalam tasawuf terjadi ketika seseorang terperangkap
dalam keinginan duniawi dan tidak mampu mengenal hakikat dirinya yang lebih
dalam. Tasawuf mengajarkan penyucian jiwa melalui proses tazkiyatun nafs yang
bertujuan untuk membersihkan hati dari ego dan kecenderungan buruk yang
menghalangi seseorang untuk mengenali kebenaran sejati tentang dirinya.
Menurut
pandangan tasawuf, proses pembersihan jiwa ini tidak hanya membebaskan individu
dari kebingungan identitas sosial, tetapi juga membawa mereka kepada pemahaman
yang lebih dalam tentang tujuan hidup mereka. Al-Ghazali menekankan pentingnya
memahami diri dengan mendekatkan diri kepada Tuhan sebagai jalan utama untuk
menemukan kedamaian batin dan stabilitas identitas. Di dalam tasawuf, krisis
identitas bukanlah sesuatu yang harus dihindari, tetapi dipandang sebagai
peluang untuk memperdalam hubungan spiritual dengan Tuhan dan mengungkap makna
sejati kehidupan.
Ibn
‘Ajibah dalam Mi‘raj al-Tashawwuf menyebutkan bahwa perjalanan spiritual dalam
tasawuf melalui tahapan nafs ammarah (jiwa yang cenderung buruk), nafs lawwamah
(jiwa yang menyesal), dan nafs mutma'innah (jiwa yang tenang) adalah proses
penting dalam mengatasi krisis identitas. Krisis ini muncul ketika jiwa berada
dalam ketidakpastian dan kegelisahan, tetapi melalui latihan spiritual,
individu dapat mencapai kedamaian batin dan keseimbangan antara kebutuhan
duniawi dan spiritual.
Penutup
Krisis
identitas adalah pengalaman universal yang dapat terjadi pada siapa saja,
terutama dalam konteks perubahan sosial dan budaya yang pesat. Dari perspektif psikologi,
krisis identitas adalah bagian dari proses perkembangan psikososial yang perlu
dilalui individu dalam mencapai integrasi diri. Perspektif sosiologi menekankan
peran penting lingkungan sosial dalam membentuk identitas, dan bagaimana
perubahan budaya atau peran sosial yang bertentangan dapat memperburuk
kebingungan ini. Sementara itu, dalam tasawuf, krisis identitas dipandang
sebagai tantangan spiritual yang mengarah pada pemahaman diri sejati dan
kedamaian batin.