Oleh : H.S. Miharja,
Ph.D
Dalam dinamika
kehidupan manusia, orientasi nilai yang dianut sangat menentukan arah dan cara
hidup seseorang. Ada yang menjadikan Tuhan sebagai pusat motivasi dan tindakan,
yang dikenal sebagai orientasi teosentris. Ada pula yang menjadikan ego dan
kepentingan pribadi sebagai pusat dorongan hidup, yang disebut sebagai
egosentris. Kedua orientasi ini bukan hanya mempengaruhi perilaku individu,
tetapi juga berdampak besar pada struktur masyarakat dan peradaban.
Perbedaan dominasi
antara orientasi teosentris dan egosentris seringkali disebabkan oleh faktor
internal maupun eksternal. Tulisan mengupas penyebab yang membuat salah satu
orientasi tersebut lebih dominan dalam diri dan masyarakat, dari perspektif
keagamaan, psikologis, dan sosial.
Konsep Teosentris dan
Egosentris
Teosentris berasal dari
kata “theos” (Tuhan) dan “centric” (pusat). Orientasi ini menjadikan Tuhan
sebagai titik tolak dan tujuan akhir segala aktivitas hidup. Dalam konteks
Islam, ini tercermin dalam ayat:
"Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam"
(QS. Al-An'am: 162).
Egosentris adalah
orientasi hidup yang berpusat pada diri sendiri. Individu egosentris melihat
segala sesuatu dari kepentingan pribadi, tanpa memperhitungkan nilai-nilai
ilahi atau kepentingan kolektif. Dalam psikologi, ini berkaitan dengan tahap
perkembangan kepribadian di mana individu belum mampu melihat dari perspektif
orang lain.
Penyebab Dominasi
Teosentris
Pendidikan dan
Pembinaan Spiritual. Pendidikan agama yang kuat dan konsisten sejak dini
berperan penting dalam membentuk orientasi teosentris. Ketika seseorang
dibimbing untuk mengenal Tuhan, beribadah, dan memahami makna kehidupan, maka
pusat motivasinya cenderung tertuju kepada Allah.
Keteladanan Lingkungan.
Lingkungan keluarga, guru, dan masyarakat yang menampakkan kesalehan dan
keikhlasan akan menumbuhkan inspirasi teosentris. Sikap sabar, jujur, dan
ikhlas yang dicontohkan akan mendorong individu meneladani nilai tersebut.
Kesadaran Eksistensial.
Ada fase dalam hidup manusia ketika ia merenungi makna hidup, kematian, dan
takdir. Perenungan ini dapat mendorong transformasi dari orientasi ego menuju
orientasi teosentris. Eksistensi yang rapuh justru membuka jalan menuju Tuhan.
Tekanan Hidup dan
Keterbatasan. Penderitaan, musibah, dan keterbatasan manusia seringkali menjadi
jalan menuju kesadaran ketuhanan. Dalam kondisi terjepit, manusia lebih mudah
menyadari ketergantungannya kepada Yang Maha Kuasa.
Penyebab Dominasi
Egosentris
Materialisme dan Budaya
Konsumerisme. Arus globalisasi dan hedonisme modern mendorong manusia untuk
mengejar kepuasan pribadi. Budaya kompetisi tanpa nilai spiritual mendorong
dominasi ego dan menyingkirkan dimensi teosentris.
Krisis Pendidikan
Nilai. Pendidikan yang hanya menekankan aspek kognitif dan keterampilan, namun
mengabaikan pembinaan akhlak dan spiritualitas, menjadikan manusia pintar tapi
tidak bijaksana. Ini membuka ruang dominasi ego dalam kehidupan.
Trauma Psikologis dan
Pengasuhan Buruk. Individu yang tumbuh dalam lingkungan yang keras, tidak penuh
kasih, atau sering mengalami penolakan, cenderung membentuk kepribadian
defensif yang egosentris. Ego menjadi tameng atas luka batin yang tak
tersembuhkan.
Kelemahan Iman dan
Minimnya Muhasabah. Kurangnya ibadah, dzikir, dan introspeksi membuat hati
manusia keras dan cenderung mengagungkan diri sendiri. Ketika ruhani lemah,
dorongan ego dan hawa nafsu akan mengambil alih kendali jiwa.
Meneguhkan Teosentris
Masyarakat modern
membutuhkan reorientasi nilai dari yang bersifat ego-sentris menuju teosentris.
Ini bisa dilakukan dengan menguatkan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai
ilahiyah. Pembiasakan refleksi spiritual dalam keseharian. Penumbuhan kesadaran
akan keterbatasan manusia di hadapan takdir. Menghidupkan kembali nilai-nilai
ukhuwah dan kasih sayang di tengah kehidupan sosial.
Penutup
Orientasi teosentris
dan egosentris merupakan dua kekuatan dalam jiwa manusia yang saling bertarung.
Dominasi salah satunya ditentukan oleh pola asuh, pendidikan, lingkungan, dan
pengalaman hidup. Teosentris membawa manusia pada jalan ilahi dan ketenangan
batin, sedangkan egosentris sering mengarah pada kerusakan, konflik, dan
kehampaan makna.
Penting bagi
masyarakat, pendidik, dan tokoh agama untuk menanamkan kesadaran teosentris
sejak dini dan membentengi umat dari budaya egosentris yang semakin masif.
Hanya dengan demikian, peradaban manusia akan menuju arah yang lebih bermakna,
seimbang, dan dama